Seperti telah beberapa kali disebutkan, pekerjaan
analisa melibatkan eksplanasi dan prediksi. Eksplanasi kemudian menjadi dasar
kemudian menjadi basis bagi evaluasi, sedangkan prediksi menjadi dasar pembuatan
preskripsi. Dan hubungan antara eksplanasi dan evaluasi itu analog dengan
dengan hubungan antara prediksi dan preskripsi. Dengan demikian, sebenarnya ada
empat “tugas” analitis, yaitu: eksplanasi, evaluasi, prediksi, dan pre-skripsi.
Menurut John Lovell, ada hubungan jelas antara
“tugas” analitis yang dilakukan analis dengan pertanyaan yang diajukannya.
Pertanyaan yang berbeda akan memerlukan “tugas” analitis yang berbeda pula.
karena itu sangat penting bagi kita untuk memperjelas perbedaan antara jenis-jenis
pertanyaan yang dicoba dijawab oleh Lovell dalam analisanya tentang politik
luar negri Amerika Serikat.
Analisa
Tentang Tujuan
Analisa politik luar negeri kadang-kadang tertarik
untuk mengetahui maksud dari suatu program politik luar negeri, misi dari suatu
organisasi, atau motivasi dari seseorang aktor politik luar negeri tertentu.
Dalam mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti ini, analisa itu pada
dasarnya mencoba mengambil posisi seseorang pembuat keputusan, melihat fenomena
sepeti halnya seorang pembuat keputusan memandang suatu organisasi atau program
dari sudut pandang doktrim resmi organisasi itu. Inilah yang disebut analisa
tujuan, atau dalam istilah teknis: eksplanasi teleologis, eksplanasi ini
menjawab pertanyaan: “Apa tujuan suatu tindakan?”
Masing-masing pertanyaan tersebut menharuskan
eksplanasi. Tetapi kalau susunan kata-kata pertanyaan diubah, maka pertanyaan
itu akan memerlukan “tugas” analitis yang lain: mungkin evaluasi, prediksi,
atau preskripsi. Misalnya, pertanyaan yang dirumuskan, “apakah tujuan dari
program bantuan asing itu sudah benar?”, dimaksudkan untuk memusatkan perhatian
pada evaluasi, bukan eksplanasi, terhadap program itu. Kalau susunan pertanyaan
itu diubah menjadi: “apa yang hendak dijadikan tujuan program bantuan asing itu
pada dasawarsa berikut?, “maka yang harus dilakukan analisa adalah prediksi.
Pertanyaan yang berbunyi: Apa seharusnya tujuan program bantuan asing dimasa
depan?, “membutuhkan “tugas” analisa preskripsi. Dengan kata lain, analisa
tujuan bisa meliputi analisa eksplanatori, evaluatif, prediktif, dan
preskriptif.
Analisa
Sebab-Akibat
Tetapi serigkali analis tidak tertarik pada apa yang
harus dicapai oleh suatu program menurut doktirm resminya, tetapi lebih
tertarik pada apa yang senyatanya telah dicapai, gagal dicapai oleh, dan akibat
dari program itu. Selain itu, analis mungkin juga tidak tertarik pada misi
suatu organisasi, tetapi lebih pada efek dari kegiatan-kegiatan aktual
organisasi, baik yang sesuai dengan programnya atau tidak. Analisis itu juga
mungkin tidak tertarik untuk menelaah pikiriran seorang aktor politik luar
negeri tertentu lebih mengetahui tujuan yang mendasari tindakan aktor itu,
tetapi lebih tertarik untuk mengindetifikasikan faktor-faktor yang meninmbulkan
tindakan itu. Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan jenis kedua ini memerlukan
analisa sebab akibat.
Sekali lagi, walaupung masing-masing pertanyaan itu
mengharuskan analisa explanatoris, namun analisa sebab akibat ini juga bisa
melibatkan semua “tugas” analitis yang kita sebut diatas: eksplanasi, evaluasi,
prediksi, dan preskripsi.
Istilah “sebab” akhir-akhir ini banyak dikritik oleh
beberapa ilmuan sosial karena. Kesulitan menentukan hubungan kasual yang tepat
untuk fenonema sosial yang kompleks. Tetapi, walaupun kita menyadari kesulitan
ini dan harus awas terhadap bahaya menafsirkan
hubungan kausal yang spurious pada
fenomena yang kita amati (lihat apendiks 5.6), sebenarnya harus diakui bahwa
bagaimanapun cara berpikir sebab akibat masih bisa dimanfaatkan. Konsep kausalitas
sangat berguna kalau kita memandangnya sebagai suatu pencarian prakondisi
dan precipitans, dan kalau kita
mengetahui bahwa nenunjukkan prakondisi-prakondisi bagi terjadinya berbagai
fenomena politik luar negri adalah lebih muda (dan karena itu lebih banyak
kemungkinan berhasil) dari pada menunjukan faktor-faktor atau
peristiwa-peristiwa yang menimbulkan (precondition)
fenomena itu.
Perbedaan antara prakondisi (precondition) dengan precipitant
bisa dijelaskan dengan contoh analitis berikut: eksplanasi tentang pecahnya
perang Dunia ke I. Faktor-faktor seperti kekakuan struktur aliansi di Eropa
waktu itu, perlombaan persenjataan dan angkatan laut terutama antara Jerman dan
Inggris, dan adanya rencana perang di beberapa negara besar yang mensyaratkan
implementasi cepat begitu ada tanda-tanda pecahnya perang, bisa dipandang
sebagai kondisi-kondisi yang memungkinkan timbulnya perang pada 1914.
Sebaliknya, pembunuhan pangeran Franz Ferdinand di Sarajevo adalah salah satu
peristiwa unik dalam sejarah yang berhubungan dengan adanya kondisi-kondisi
tadi, mempunyai akibat jauh lebih besar daripada kalau terjadi dalam suasana
yang lain. Dalam situasi yang sangat genting, pembunuhan itu menjadi precipitant yang menimbulkan perang yang
besarnya dan lamanya sama sekali di luar dugaan masing-masing pihak yang
bertikai. Dengan membedakan antara prakondisi dengan precipitant itu kita bisa mengidentifikasi penyebab sebenarnya dari
perang itu. Tampa kemampuan membedakan mana pracondisi dan mana precipitant, kita
bisa terkecoh dan menganggap pembunuhan pangeran Ferdinand dan kekakuan
struktur aliansi yang ada di Eropa waktu itu yang sama-sama penyebab perang
Dunia I itu. Karena precipitant selalu
bersifat unik, luar biasa dan bahkan terjadi secara acak, jarang sekali analis
bisa meramalkan secara tepat kapan fenomena politik luar negri tertentu,
seperti perang, akan terjadi. Tetapi ilmuan sosial selama ini telah banyak
berhasil mengidentifikasi prakondisi-prakondisi yang memungkinkan terjadinya
suatu fenomena tertentu. Kadang-kadang ilmuan sosial juga mampu
mengidentifikasikan serangkaian kemungkinan precipitant
yang dikombinasikan dengan serangkaian kondisi-kondisi, akan menyebakan
timbulnya suatu kejadian, tindakan, atau keputusan tertentu.
Analisa
Struktur Dan Proses
Kadang-kadang kita tidak tertarik pada tujuan formal
suatu program maupun konsekuensinya, tetapi lebih tertarik pada bagaimana
hubungan antara program itu dengan program-program lain atau bagaimana
kesesuaian program itu dengan konteks kebijaksanaan yang lebih luas (“bagaimana
hubungan antara bantuan Amerika ke Filipina dengan bantuan militernya ke negeri
itu?” ). Atau, kita tidak tertarik pada misi suatu organisasi maupun
kegiatan-kegiatannya, tetapi lebih tertarik pada fungsi yang dijalangkan oleh
organisasi itu dalam proses politik luar negri (“sejauh mana peace corps
berfungsi sebagai simbol komitmen kaum muda terhadap politik luar negri, yang
dengan demikian berarti mendatangkan dukungan kaum muda lain terhadap politik
luar negri Amerika”). Kadang-kadang juga kita tidak tertarik pada motivasi
aktor politik luar negeri tertentu maupun pada eksplanasi kausal tentang
perilakunya, tetapi lebih tertarik untuk mengidentifikasinkan bagaimana posisi
aktor itu dalam proses kebijaksanaan atau untuk menggambarkan fungsi yang
dimainkan oleh suatu tindakan dalam proses politik luar negeri (“bagaimana
konferensi pers oleh Presiden Johnson sebagai sarana untuk memobilisasi
dukungan massa terhadap politik laur negeri?”). hasil akhir dari pertanyaan
jenis ketiga adalah analisa fungsional, yaitu analisa yang memandang
hubungan-hubungan antara bagian-nagian.
Sekali lagi, pertanyaan-pertanyaan yang dipakai
untuk memberi ilustrasi tentang analisa fungsional ini disusun untuk memperoleh
eksplanasi tetapi, seperti halnya analisa tujuan dan analisa sebab akibat,
analisa fungsional juga bisa meliputi satu atau semua “tugas” analitis yang
kita sebut diatas: eksplanasi, evaluasi, prediksi, maupun preskripsi.
Makna
Perbedaan Ketiga Analisa
Mengapa kita perlu membedakan jenis-jenis pertanyaan
itu? Penggambaran tidak untuk menunjukan bahwa satu jenis analisa lebih unggul
dari pada yang lain. Bahkan seringkali analisa politk luar negeri perlu
mengajukan pertanyaan-pertanyaan dari masing-masing tipe analisa atau
pertanyaan yang merupakan kombinasi antar dua tipe analisa. Yang harus
dihindari adalah pengacauan satu tipe analisa dengan tipe analisa yang lainnya.
Pembedaan berbagai jenis pertanyaan analitis ini perlu dilakukan agar kita
tidak kebingungan menilai karya orang lain dan dalam analisa kita sendiri.
Misalnya, dalam menganalisa keterlibatan Amerika
Serikat di Vietnam, memang tepat kalau analis berusaha menjawab pertanyaan
berikut: 1. Tujuan apa yang ada dalam pikiran Presiden Eisenhower, Kennedy,
Johnson dan Nixon, ketika masing-masing membuat komitmen untuk memberikan
bantuan pada pemerintahan Vietnam; 2. Kombinasi faktor-faktor apa yang
berperang sebagai prakondisi dan precipitant
bagi suatu keputusan kebijaksanaan tertentu, seperti keputusan pada tahun
1954 untuk mendukung Ngo Dinh Diem; dan 3. Apa fungsi yang dimainkan oleh
ideologi antikomunis di Amerika Serikat dalam memelihara dukungan publik
terhadap politik luar negeri pemerintahan di Vietnam. Analisa seperti itu akan
berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang tujuan, sebab akibat, maupung
tentang fungsi. Tetapi, yang harus dihindari adalah pencampuradukan satu tipe
pertanyaan dengan pertanyaan lainnya. Misalnya, dalam analisa tentang
prakondisi dan precipitant keterlibatan
Amerika di Vietnam mungkin kita menghasilkan jawaban: “keterlibatan Amerika di
Vietnam dirancang untuk mencegah aturan dengan kekeransan”. Untuk analisa
kausal, jawaban ini tidak tepat. Walaupun jawaban ini tidak tepat. Walaupun
mungkin jawaban itu tidak benar, yaitu pemerintah Amerika berbohong tentang
tujuan di Vietnam, namun jawaban itu lebih tepat untuk menjawab pertanyaan
tentang tujuan, bukan tentang sebab akibat.
Memakai pernyataan: “Amerika melibatkan diri di Vietnam demi melindungi
negeri-negeri bebas dari pengaruh komunis”, untuk menjawab tentang pertanyaan
tentang tujuan tentu saja tidak tepat, karena sekali lagi mungkin saja
pemerintah Amerika bohong. Tetapi jawaban itu bisa dipakai dalam analisa
fungsional, karena pernyataan itu bisa berfungsi mengerakan dukungan dari
negara-negara non komunis di Asia Tenggara. Jadi, jawaban itu tidak dianalisa
dalam kaitan dengan pertanyaan tentang tujuan, tetapi dalam kaitan menentukan
fungsinya dalam konteks kebijaksanaan yang lebih luas.
Sekali lagi, yang ingin ditekankan disini bukannya
bahwa pernyataan pejabat pemerintah tentang politik luar negeri atau pernyataan
pejabat pemerintah tentang motif mereka pasti tidak benar atau hipokrit
(walaupun memang kadang-kadang begitu); tetapi yang ingin dikatakan adalah
bahwa bukti yang relevan dengan atau yang tepat untuk analisa kita akan berbeda
bergantung pada jenis pertanyaan yang ingin kita jawab melalui pertanyaan
tentang tujuan, pertanyaan tentang sebab akibat, dan pertanyaan tentang
fungsi.
Referensi:
Mohtar Mas’oed, Ilmu Hubungan Internasional: disiplin dan Metodologi, jakarta: LP3ES, 1990.
nife info nya...
ReplyDeletekunjungan balek http://www.dutaselkom.com/
Thanks yx, karna udh mengunjungi blog ini...:)
DeleteThanks Gan...:)
ReplyDelete