COPYRIGHT INTERNATIONAL RELATIONS, AMANDIO VIEIRA DA COSTA. All Our Dreams Can Come True, If We Have The Courage To Pursue Them

Saturday, March 10, 2012

Kepentingan Politik Dan Ekonomi Australia Dalam Penyelesaian Konflik Timor Timur

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Sebagai mahasiswa yang mempelajari  kajian tentang Hubungan Internasional, yang mengfokuskan mengenai “Kepentingan Politik dan Ekonomi Australia Dalam Penyelesaian Konflik Timor Timur”, yang dianggap sangat menarik untuk di bahas, karena terjadinya kemerdekaan pada tahun 1999 menandakan bahwa Timor-Timur adalah salah satu propinsi ke 27, yang memilih untuk memisahkan diri dari negara NKRI, dikarenakan kekerasan, penindasan, dan hak asasi manusia yang di lakukan oleh  tentara Indonesia yaitu TNI dan milisi. Salah satu unsur kekerasan yang di lakukan oleh pemerintahan yang berkuasa pada waktu itu adalah dengan menggalang masa pro-otonomi yaitu milisi sebanyak-banyaknya, sehingga menyebabkan terjadinya hak asasi manusia yang tidak terelakan, itu adalah salah satu dari bentuk kesetiaan mereka terhadap indonesia.

Pada saat presiden Habibie mengumumkan pada rakyat Timor-Timur dengan dua opsi yaitu otonomi dan referendum, dari situlah muncul babak baru yaitu munculnya kelompok milisi yang di motori oleh Eurico Guteres Komandan Aitarak dan sekaligus Wakil Panglima pasukan Integrasi (PPI) dan sebagian pemimpin lainya, untuk melakukan tekanan demi tekanan pada rakyat agar memilih bergabung bersama Indonesia, dan mereka juga yang menjadi pelaku utama hak asasi manusia.
Persoalan penelitian berlanjut pada pemerintah Howard yang pada waktu itu menyiapkan opsi dua-penyiapan kekuatan penyerang, mobilisasi militer Australia terbesar semenjak perang Vietnam, untuk mempertahankan kepentingan Australia. Melalui penyadapan intel, Howard dan para menteri utamanya sangat amat mengetahui rencana kabinet Indonesia dan pimpinan puncak militernya. Pemerintahan Howard memperhitungkan bahwa kekerasan para milisi akan memberikan alasan kemanusiaan yang diperlukan untuk meluncurkan operasi militer di bawah pimpinan Australia.
Pada saat pasukan Australia mendarat di Dili pada pertengahan September 1999, dengan alasan utama mengamankan rakyat Timor Timur, pembantaian telah selesai. Akan tetapi dengan memimpin pasukan INTERFET (International Force East Timor) dari PBB, pemerintah Howard menempatkan dirinya pada kedudukan utama dengan hak penentu pada administrasi pemerintahan yang akan di bentuk oleh PBB.1 Sejumlah kecil staf UNAMET kembali ke Timor-Leste bersama INTERFET. Petugas penghubung militer merupakan orang-orang yang pertama kembali, kemudian disusul oleh polisi dan petugas urusan sipil. Perhatian utama mereka adalah keamanan dan stabilitas, dan menangani krisis kemanusiaan yang dianggap mendesak. Dengan penempatan pasukan INTERFET dan pengamanan wilayah Timor-Leste, intervensi kemanusiaan internasional dalam jumlah besar dengan kekuatan penuh, INTERFET terdiri dari, kurang lebih 11.000 pasukan dari dua puluh negara yang berbeda. Australia bertindak sebagai pemimpin pasukan, dan memiliki 5.000 pasukan.
Inti dari krisis 1999 sesungguhnya adalah masalah status politik Timor Timur. Setelah lama menjadi jajahan Portugal, Timor Timur di serbu dan akhirnya diambil oleh negara tetangganya, Indonesia, pada 1975. Selama 24 tahun politik wilayah itu menjadi  [1]
sengketa, baik di Timor Timur sendiri maupun secara internasional. Walaupun sejumlah negara mengakui kedaulatan indonesia atas wilayah tersebut, PBB tidak pernah mengakuinya, bagi PBB, Portugal tetap menyandang status formal sebagai penguasa administratif wilayah tersebut.2
 Masalah Timor Timur adalah masalah yang sangat serius di bicarakan di dunia internasional di karenakan pelangaran HAM yang di lakukan oleh tentara Indonesia pada rakyat sipil dan juga milisi yang pro terhadap Indonesia juga turut serta dalam kekerasan tersebut, hal ini terus berlanjut sampai pada titik di mana turunya Soeharto dari jabatan kepresidenan, dan di gantikan oleh B.J. Habibie.
Pada januari 1999 pemerintah indonesia mengumumkan kesiapanya untuk meningalkan Timor Timur, jika rakyat di wilayah tersebut menolak usulan otonomi luas di bawah kekuasaan Indonesia. Inisiatif itu membuka jalan bagi serangkaian kesepakatan antara Indonesia, Portugal dan PBB, yang di kenal sebagai kesepakatan 5 Mei. Kesepakatan itu menetapkan cara-cara pelaksanaan hak memilih dan pemeliharaan keamanan, dan menetapkan bahwa pemilihan akan diorganisir dan di laksannakan oleh PBB. Dan akhirnya (UNAMET)3 United Nation Mission in East Timor mulai bekerja pada bulan Mey, dan pemungutan suara di lakukan pada 30 Agustus 1999. [2]
  Persoalan penelitian berlanjut pada dukungan yang di berikan negara yang pada waktu itu mendukung invasi Indonesia ke Timor Timur pada tahun 1975 ketika itu, Amerika Serikat tidak sendirian dalam mendukung Indonesia. Dokumen resmi yang baru dibuka oleh pemerintahan Australia dan Selandia Baru mengungkap pola pembiaran dan pemakluman yang sama.4 Australia memilih untuk tidak campur tangan dalam invasi 1975, dan kemudian menjadi negara besar pertama dan satu-satunya secara de jure mengakui klaim Indonesia atas Timor Timur. Dokumen pemerintah yang di buka untuk umum (declassified documents) mengungkapkan bahwa Australia sudah tahu sebelumnya tentang rencana Indonesia untuk melancarkan invasi pada 1975 dan juga memliki data yang rinci mengenai kekejaman pasukan tentara Indonesia selama 24 tahun pendudukan di Timor Timur.5
Meskipun demikian, selama itu pula pemerintahan Australia yang silih berganti berusaha mengabaikan laporan-laporan pelanggaran berat hak asasi manusia di wilayah itu, dan memberikan pelatihan militer yang besar kepada pasukan Indonesia. Pada 2001, mantan Menteri Luar Negri Australia (1988-1996), Gareth Evans, mengakui bahwa banyak pelatihan militer yang di berikan Australia kepada Indonesia “hanya membantu menghasilkan pelanggaran hak asasi manusia yang lebih profesional.”6 [3]
Penelitian yang peneliti bahas menunjukan bahwa, kekerasan yang terjadi sesudah sebelum kemerdekaan Timor Timur sangat  banyak di lakukan oleh tentara Indonesia, karena dari alasan-alasan itulah, pengganti Suharto, Presiden B.J. Habibie dan sebagian anggotta kabinetnya, mengisyaratkan siap untuk memberikan otonomi luas kepada Timor Timur pada juni 1998. 
Perjuangan rakyat Timor Timur semakin menguat dan mendapat dukungan PBB dan negara-negara barat sampai akhirnya berhasil merdeka setelah diadakan referendum pada tanggal 30 Agustus 1999. Dengan kemenangan ini, terhitung sejak 30 Agustus 1999, Timor Timur resmi berpisah dari Republik Indonesia untuk menjadi sebuah negara independen, dan setelah pemungutan suara penentuan nasib sendiri 30 Agustus 1999, ada serangkaian serangan yang di lakukan oleh milisi yang dilatih dan diarahkan oleh militer Indonesia, dan INTERFET adalah pasukan multinasional yang dibentuk untuk mengatasi situasi kemanusiaan dan keamanan yang semakin memburuk di Timor Timur.
Pasukan INTERFET memasuki Timor Timur pada bulan September 1999 di bawah komando perwira Angkatan Pertahanan Australia Mayor Jenderal Peter Cosgrove.7 Australia mengkalim bahwa Ia sudah berbaik hati kepada rakyat Timor-Leste sejak tahun 1999. Australia memimpin INTERFET (Pasukan Multinasional PBB) dan memberikakn bantuan kepada Timor Timur. Tetapi apa yang telah diberikan oleh Australia kurang dari setengah dibandingkan dengan uang yang diambil oleh Australia di laut Timor, dimana melebihi 1.2 milliar dollar Amerika. Australia juga kelihatannya berpikir bahwa pendudukan illegal adalah sebuah jalan yang baik bagi sebuah tetangga untuk membangun relasi yang baik. [4]
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan dalam latar belakang tentang Kepentingan Politik dan Ekonomi Australia Dalam Proses penyelesaian Konflik Timor Timur, peneliti akan mengangkat masalah sebagai berikut yaitu:
Ø  Apa kepentingan Australia dalam penyelesaian konflik Timor Timur?
1.3.Tujuan Penelitian
Dengan memperhatikan latar belakang masalah dan permasalahan yang telah di rumuskan penulis, maka tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui dan mengambarkan Kepentingan Politik dan Ekonomi Australia Dalam Proses Penyelesaian Konflik Timor Timur.
1.4.Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini maka akan memperluas kajian dalam Ilmu Hubungan internasional yang fokusnya pada aktor-aktor yang terlibat dalam kemerdekaan Timor Timur.
1.5.Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai Timor Timur adalah suatu hal yang sangat menarik karena bisa mengetahui sejarah di mana keterlibatan negara Australia dengan mendukung sepenuhnya Timor Timur jadi negara sendiri. Seperti ketika operasi militer Indonesia ke Timor Timur mendapat reaksi keras dari masyarakat Internasional terutama dari Australia yang secara geografis berdekatan dengan Timor Timur. Reaksi keras tersebut muncul terutama dari kalangan media massa, intelektual, dan Gereja.
Australia sendiri mengecam keras tindakan brutal yang di lakukan oleh TNI terhadap masyarakat sipil, dengan menekan Indonesia agar cepat menarik pasukanya dari wilayah tersebut, supaya penduduk Timor Timur bisa melakukan hak penentuan nasib sendiri. Oleh karena itu ada beberapa penelitian yang di lakukan untuk mengetahui kepentingan politik dan ekonomi Australia dalam penyelesaian konflik Timor Timur.
Penelitian yang pertama di lakukan oleh CM Rien Kuntari dalam bukunya Timor Timur Satu Menit Terakhir.8 Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa Perdana Menteri Australia John Howard memberikan kritikan keras pada presiden B.J. Habibie, kritikan pedas itu, Habibie tidak memberikan jawaban setimpal. Bahkan Australia tidak sekedar berhenti pada kecaman, tetapi mereka lansung beraksi dan mempersiapkan diri untuk pengiriman pasukan multinasional dalam kerangka PBB.           
 Penelitian ini juga di fokuskan pada kekerasan di Timor Timur yang di mana dewan keamanan PBB mengadakan sidang darurat terkait kekerasan yang di lakukan [5] oleh para milisi pro integrasi. Selain mengutuk sekeras-kerasnya, dewan keamanan juga menuntut aparat keamanan menangkap dan mengadili para pelaku kekerasan tersebut. Kondisi ini pada akhirnya membuat PBB memutuskan mengirimkan pasukan multinasional, sebelum menjadi pasukan perdamaian PBB.  
Penelitian yang peneliti bahas dengan judul “Kepentingan Politik dan Ekonomi Australia Dalam Penyelesaian Konflik Timor Timur” berbeda dengan penelitian awal di atas tetapi memiliki kesamaan dengan penelitian tentang kekerasan yang di lakukan oleh oleh para milisi pro integrasi terhadap masyarakat sipil, dan juga peneliti membahas mengenai kepentingan Australia di Timor Timur, yang di mana di jelaskan bahwa kepentinganya berupa kepentingan ekonomi. Di sini peneliti menggunakan konsep/teori Intervensi dan Konsep Kepentingan Nasional untuk menganalisa dan mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya proses intervensi Australia ke Timor Timur.   
Penelitian selanjutnya yang di lakukan oleh Geoffrey Robinson “Timor Timur 1999 Kejahatan Terhadap Umat Manusia”.9 Hasil dari penelitian ini mejunjukan bahwa kejahatan terpenting yang di lakukan di Timor Timur pada 1999 mencakup pembunuhan di luar hukum, penyiksaan dan penganiayaan, kekerasan seksual, pemindahan penduduk secara paksa, dan penhancuran harta benda. Tindakan-tindakan ini melanggar serangkaian hak asasi manusia fundamental, [6]yang diakui oleh hukum internasional, termasuk hak untuk hidup, hak atas keamanan diri pribadi, hak atas integrasi fisik, kebebasan berpikir, kebebasan berkumpul, dan hak untuk memiliki harta benda.             
Dalam hal ini kita bisa melihat bahwa penelitian yang di lakukanoleh Georffrey Robinson lebih menekankan pada hak asasi manusia yang di lakukan di Timor Timur pada tahun1999, dan tidak menekankan dalam aspek ekonomi.
1.6.                        Landasan Konsep / Teori
1.6.1.      Intervensi
Untuk menjelaskan Intervensi Australia ke Timor Timur maka peneliti menggunakan Konsep Intervensi agar dapat menjelaskan bagaimana intervensi yang di lakukan oleh Australia pada Timor Timur.
Intervensi adalah campur tangan suatu negara terhadap urusan dalam negeri negara lainnya dengan maksud, baik untuk memelihara atau mengubah keadaan atau barang di negara tersebut. Dalam piagam PBB pasal 2 ayat 4 dan 7 terdapat kata intervensi yang menyatakan PBB dilarang ikut campur tangan dalam urusan domestik suatu negara, kecuali dalam rangka memelihara perdamaian.
Menurut J.G. Starke intervensi dibedakan menjadi 3, yaitu :
Ø  Intervensi “Intern” (Internal Intervention). Misalnya suatu negara campur tangan di antara pihak-pihak yang bertikai di suatu negara lainnya yang bersifat mendukung pemerintah negara tersebut atau pihak pemberontak.
Ø  Intervensi “Ekstern” (External Intervention). Misalnya suatu negara melakukan campur tangan dengan mengadakan hubungan dengan negara lain umumnya dalam keadaan bermusuhan.
Ø  Intervensi “Penghukuman” (Punitive Intervention). Merupakan suatu tindakan pembalasan (areprisal) melalui tindakan perang kecil sebagai pembalasan terhadap kerugian yang ditimbulkan oleh negara lainnya.10 [7]
Selain itu, adapun definisi intervensi adalah campur tangan yang berlebihan dalam urusan politik, ekonomi, sosial dan budaya. Sehingga negara yang melakukan intervensi sering di benci sama negara lain.
Seperti yang kita lihat bahwa negara Australia adalah negara yang sangat dekat dengan Timor Timur. Ini di manfaatkan oleh Australia mengenai Celah Timor yang digunakan untuk merujuk kepada wilayah laut antara Timor, Indonesia dan Australia. Pada kenyataannya, ini mengacu pada kesenjangan dalam batas dasar laut yang dinegosiasikan Australia dan Indonesia pada tahun 1972  bagian dari garis mereka tidak bisa menentukan karena, Portugal, yang memerintah Timor Timur, menolak untuk berpartisipasi dalam negosiasi. Timor Timur kemudian berada di bawah kontrol Indonesia, dan Australia dan Indonesia menegosiasikan Perjanjian Celah Timor pada tahun 1989.11 [8]
1.6.2.      Konsep Kepentingan Nasional
Di sini peneliti juga mengunakan konsep Kepentingan nasional, karena konsep ini sangat penting untuk menjelaskan dan memahami perilaku internasional serta dasar untuk menjelaskan perilaku luar negeri suatu negara. Para penganut realis menyamakan kepentingan nasional sebagai upaya negara untuk mengejar power, dimana power adalah segala sesuatu yang dapat mengembangkan dan memelihara kontrol terhadap negara lain. Hubungan kekuasaan atau pengendalian ini dapat melalui teknik pemaksaan dan atau kerjasama. Karena itu kekuasaan dan kepentingan nasional dianggap sebagai sarana dan sekaligus tujuan dari tindakan suatu negara secara khas untuk bertahan hidup dalam kancah perpolitikan internasional.
Konsep kepentingan nasional dapat diartikan secara minimum sebagai suatu kepentingan untuk kesejateraan umum, hak untuk mempertahankan kelangsungan hidup (survival) suatu negara, hak kepentingan ekonomi, hak perlindungan hukum. Dalam arti yang lebis khusus yaitu untuk mempertahankan dan memelihara identitas politik dan kulturalnya. Sehingga agar kepentingan nasionalnya terwujud, suatu negara bisa saja membuat suatu kerja sama atau bahkan konflik sekalipun.12  
Konsep kepentingan nasional juga mempunyai indikasi dimana negara atau state berperan sebagai aktor utama di dalam formulasi politik yang merdeka berdaulat. [9]Selanjutnya didalam mekanisme interaksinya masing-masing negara atau aktor berupaya untuk mengejar kepentingan nasionalnya. Kepentingan inilah yang akhirnya diformulasikan ke dalam konsep “power” kepentingan “interest” didefinisikan ke alam terminologi power.13
Menurut Hans J.Morgenthau didalam “The Concept of Interest defined in Terms of power”, Konsep Kepentingan Nasional (Interest) yang didefiniskan dalam istilah “power” menurut Morgenthau berada diantara nalar, akal atau “reason” yang berusaha untuk memahami politik internasional dengan fakta-fakta yang harus dimengerti dan dipahami. Dengan kata lain, power merupakan instrumen penting untuk mencapai kepentingan nasional.14
Hans J. Morgenthau menyampaikan pandangan tentang konsep kepentingan nasional sebagai berikut: “The concept of the national interest, then, contains two elements, one that is logically required and in that sense necessary, and one that is variable and determined by circumstances”.15
Dengan demikian konsep kepentingan nasional menurut Morgentau pada dasarnya terdiri dari dua elemen, yang pertama didasarkan pada pemenuhan kebutuhan sendiri,  yang kedua mempertimbangkan berbagai kondisi lingkungan strategi di sekitarnya. Dalam reangka pemenuhan kebutuhan sendiri, dapat di peroleh dengan cara melindungi kelangsungan hidup bangsa dalam mempertahankan kedaulatan Integritas wilayah nasional, sisitem politik, dan identitas budaya dari ancaman bangsa lain. Adapaun pertimbangan adanya berbagai kondisi lingkungan adalah dengan menjalangkan kebijakan politik luar negeri melalui upaya diplomasi demi terciptanya perdamaian dunia.
[10]Berdasarkan pemaparan Morgenthau diatas kita dapat melihat bahwa Australia memiliki kepentingan untuk menguasai sumber daya minyak yang di miliki oleh Timor Timur, hal ini jelas sekali bahwa berbagai bantuan yang di berikan oleh Australia tidak menutup kemungkinan bahwa ada kepentingan di balik itu semua. Bantuan luar   negri seperti itu bisa di katakan sebagai Bribes (suap) agar masyarakat Timor Timur melihat bahwa Australia adalah negara yang sangat baik. Tapi itu semua adalah kepentigan ekonomi Australia.  
1.7.            Metode Penelitian
1.7.1.      Batas Waktu
Dalam penelitian ini peneliti akan membatasi waktu penelitian pada tahun 1972-1998-1999. Sehingga dapat membatasi peneliti dalam membahas mengenai “Kepentingan Politik dan Ekonomi Australia Dalam Penyelesaian Konflik Timor Timur”. Pada tahun 1972 adalah kesenjangan dalam batas dasar laut yang dinegosiasikan Australia dan Indonesia, pada tahun 1998 adalah pemerintah Habibie mengisyaratkan siap untuk memberikan otonomi luas kepada Timor Timur, pada tahun 1999 Presiden B.J.Habibie secara tak terduga mengumumkan bahwa rakyat Timor Timur akan di beri kesempatan mengungkapkan pandangan mereka mengenai masa depan politik wilayah itu.
1.7.2.      Batas Materi
Materi yang akan di bahas pada penelitian ini yaitu fokus pada bagaimana Kepentingan Politik dan Ekonomi Australia Dalam Penyelesaian Konflik Timor Timur.
Materi dalam penelitian ini juga di batasi oleh locus (siapa yang di teliti?) Yaitu: Dukungan Australia terhadap masyarakat Timor Timur, serta fokus (pada hal apa yang di teliti?) Yaitu: kepentingan Australia.  
1.7.3.      Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif.16 Penulis berusaha menggambarkan tentang Apa Kepentingan Politik dan Ekonomi Australia Dalam Proses Penyelesaian Konflik Timor Timur.  [11]    
1.7.4.      Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan pada tugas ini adalah dengan cara studi pustaka (Library Research). Artinya adalah bahwa setiap data yang diperoleh bersumber dari data-data yang sifatnya sekunder yang berasal dari buku-buku, jurnal, surat kabar, majalah, dan internet yang memberikan informasi-informasi yang relevan dan sesuai dengan tema serta permasalahan yang dibahas.
1.7.5.      Teknik Analisa Data
Adapun teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisi data kualitatif, dimana teknik ini melakukan analisa atas masalah yang ada sehingga diperoleh gambaran yang jelas tentang objek yang akan diteliti dan kemudian dilakukan penarikan kesimpulan.
1.8.            Hipotesa
Jawaban sementara peneliti dari peneltian ini yaitu bahwa “KEPENTINGAN POLITIK DAN EKONOMI AUSTRALIA DALAM PENYELESAIAN KONFLIK TIMOR TIMUR” karena ada kepentingan ekonomi sehingga Australia mendukung kemerdekaan Timor Timur.
Beberapa kenyataan nampaknya seperti menyerap suatu sumber daya dan sumber alam pada tahun yang akan datang. Kepentingan suatu negara yang berdimensi ekonomi didorong oleh kebutuhan menemukan sumber energi baru. Sehingga hal ini memicu penentuan sikap yang meyakinkan dengan berkeinginan untuk menguasai sumber daya maupun sumber alam.

Referensi:

1. Mahasiswa UMM Hubungan Internasional.
2. http://www.wsws.org/id/2002/jul2002/indo-j15.shtml  Diakses tanggal 27 April 2011
3. Geoffrey Robinson, 2003, East Timor 1999 Crimes Against Humanity. A report Commissioned by the United Nations Office of The High Commissioner For Human Rights OHCHR, University of California Los Angeles.
4. Yang di maksud UNAMET di sini adalah misi PBB yang di tugaskan di Timor Timur guna memberi perlindungan terhadap masyarakat dan juga Kehadiran UNAMET disini karena hanya satu alasan yaitu membantu masyarakat Timor Timur untuk ikut ambil bagian dalam jajak pendapat mendatang secara bebas. Peranan pokok UNAMET adalah memastikan masyarakat Timor Timur dapat membuat pilihannya dalam suasana bebas dari intimidasi atau kekerasan.
5. Departemen luar Negeri Amerika Serikat, dari Kedutaan Besar AS di Jakarta kepada menteri luar negeri,   desember 1975, tentang “ford-suharto meeting.” Teks lengkap dokumen ini dapat di lihat dalam situs jaringan Nasional Security Archives pada http://www.gwu.edu/~nsarchiv/NSAEBB/NSAEBB62/
6. lihat Wendy Way, penyunting, Australia And The Incorporation of Portuguese Timor, 1974-1976: Documents on Australia Foreign Policy, Melbourne Universite Press, 2000.
7. Gareth Evans, “ Indonesia: My Mistake,” International Herald Tribune, 26 juli 2001.
9. CM. Rien Kuntari, Timor Timur Satu menit terakhir,2008, hal. 197  
10. Georffrey Robinson,Timor Timur 1999 Kejahatan terhadap Umat manusia, 2003, hal 35
11. K.J. Holsti International Politics A Framework for Analysis Fourth Edition, terjemahan. M. Tahir Azhary, hal.31-32.
12. Timor Gap, Wonosobo dan Nasib Timor Portugis, Journal of Royal Australian Historical Society, Vol.88 Pt.1, Juni 2002, pp.75-103. Juga di: http://www.nla.gov.au/pathways/jnls/austjnls/view/324.html  diakses tanggal 08 April 2011.

13. J.Frankie, Hubungan internasional, terjemahan Laila H.Hasyim, Jakarta, Bumi Aksara, 1991
14. Antonius sitepu, Teori Realisme Politik Hans. J. Morgenthau Dalam studi Politik dan HI, hal. 56
15. Aleksius Jemadu, Politik Global Dalam Teori dan Politik, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2008, hal. 67

16. Hans J. Morgenthau, “Another “Great Debate”: The National Interest of the United States,” in Classics of International Relation, 3rd ed, ed. John A. Vasquest (New Jersey: Prentice Hall, 1966), 147

17. Yang di maksudkan deskriptif di sini adalah Upaya untuk menjawab pertanyaan siapa, apa, di mana, kapan atau berapa: jadi merupakan upaya melaporkan apa yang terjadi. Pengertian ini di peroleh dari Mohtar Mas’oed 1990, Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi. P.T.Pustaka LP3ES Indonesia.

1 comment:

  1. You Very Welcome :)
    And, Thank you so much, because it has been visiting this blog :)

    ReplyDelete