COPYRIGHT INTERNATIONAL RELATIONS, AMANDIO VIEIRA DA COSTA. All Our Dreams Can Come True, If We Have The Courage To Pursue Them

Sunday, August 5, 2012

Tiga Jenis Pertanyaan Dalam Analisa Politik Luar Negri



Seperti telah beberapa kali disebutkan, pekerjaan analisa melibatkan eksplanasi dan prediksi. Eksplanasi kemudian menjadi dasar kemudian menjadi basis bagi evaluasi, sedangkan prediksi menjadi dasar pembuatan preskripsi. Dan hubungan antara eksplanasi dan evaluasi itu analog dengan dengan hubungan antara prediksi dan preskripsi. Dengan demikian, sebenarnya ada empat “tugas” analitis, yaitu: eksplanasi, evaluasi, prediksi, dan pre-skripsi.
Menurut John Lovell, ada hubungan jelas antara “tugas” analitis yang dilakukan analis dengan pertanyaan yang diajukannya. Pertanyaan yang berbeda akan memerlukan “tugas” analitis yang berbeda pula. karena itu sangat penting bagi kita untuk memperjelas perbedaan antara jenis-jenis pertanyaan yang dicoba dijawab oleh Lovell dalam analisanya tentang politik luar negri Amerika Serikat.

Analisa Tentang Tujuan
Analisa politik luar negeri kadang-kadang tertarik untuk mengetahui maksud dari suatu program politik luar negeri, misi dari suatu organisasi, atau motivasi dari seseorang aktor politik luar negeri tertentu. Dalam mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti ini, analisa itu pada dasarnya mencoba mengambil posisi seseorang pembuat keputusan, melihat fenomena sepeti halnya seorang pembuat keputusan memandang suatu organisasi atau program dari sudut pandang doktrim resmi organisasi itu. Inilah yang disebut analisa tujuan, atau dalam istilah teknis: eksplanasi teleologis, eksplanasi ini menjawab pertanyaan: “Apa tujuan suatu tindakan?”
Masing-masing pertanyaan tersebut menharuskan eksplanasi. Tetapi kalau susunan kata-kata pertanyaan diubah, maka pertanyaan itu akan memerlukan “tugas” analitis yang lain: mungkin evaluasi, prediksi, atau preskripsi. Misalnya, pertanyaan yang dirumuskan, “apakah tujuan dari program bantuan asing itu sudah benar?”, dimaksudkan untuk memusatkan perhatian pada evaluasi, bukan eksplanasi, terhadap program itu. Kalau susunan pertanyaan itu diubah menjadi: “apa yang hendak dijadikan tujuan program bantuan asing itu pada dasawarsa berikut?, “maka yang harus dilakukan analisa adalah prediksi. Pertanyaan yang berbunyi: Apa seharusnya tujuan program bantuan asing dimasa depan?, “membutuhkan “tugas” analisa preskripsi. Dengan kata lain, analisa tujuan bisa meliputi analisa eksplanatori, evaluatif, prediktif, dan preskriptif.

Analisa Sebab-Akibat
Tetapi serigkali analis tidak tertarik pada apa yang harus dicapai oleh suatu program menurut doktirm resminya, tetapi lebih tertarik pada apa yang senyatanya telah dicapai, gagal dicapai oleh, dan akibat dari program itu. Selain itu, analis mungkin juga tidak tertarik pada misi suatu organisasi, tetapi lebih pada efek dari kegiatan-kegiatan aktual organisasi, baik yang sesuai dengan programnya atau tidak. Analisis itu juga mungkin tidak tertarik untuk menelaah pikiriran seorang aktor politik luar negeri tertentu lebih mengetahui tujuan yang mendasari tindakan aktor itu, tetapi lebih tertarik untuk mengindetifikasikan faktor-faktor yang meninmbulkan tindakan itu. Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan jenis kedua ini memerlukan analisa sebab akibat.
Sekali lagi, walaupung masing-masing pertanyaan itu mengharuskan analisa explanatoris, namun analisa sebab akibat ini juga bisa melibatkan semua “tugas” analitis yang kita sebut diatas: eksplanasi, evaluasi, prediksi, dan preskripsi.
Istilah “sebab” akhir-akhir ini banyak dikritik oleh beberapa ilmuan sosial karena. Kesulitan menentukan hubungan kasual yang tepat untuk fenonema sosial yang kompleks. Tetapi, walaupun kita menyadari kesulitan ini dan harus awas terhadap bahaya menafsirkan  hubungan kausal yang spurious pada fenomena yang kita amati (lihat apendiks 5.6), sebenarnya harus diakui bahwa bagaimanapun cara berpikir sebab akibat masih bisa dimanfaatkan. Konsep kausalitas sangat berguna kalau kita memandangnya sebagai suatu pencarian  prakondisi dan precipitans, dan kalau kita mengetahui bahwa nenunjukkan prakondisi-prakondisi bagi terjadinya berbagai fenomena politik luar negri adalah lebih muda (dan karena itu lebih banyak kemungkinan berhasil) dari pada menunjukan faktor-faktor atau peristiwa-peristiwa yang menimbulkan (precondition) fenomena itu.
Perbedaan antara prakondisi (precondition) dengan precipitant bisa dijelaskan dengan contoh analitis berikut: eksplanasi tentang pecahnya perang Dunia ke I. Faktor-faktor seperti kekakuan struktur aliansi di Eropa waktu itu, perlombaan persenjataan dan angkatan laut terutama antara Jerman dan Inggris, dan adanya rencana perang di beberapa negara besar yang mensyaratkan implementasi cepat begitu ada tanda-tanda pecahnya perang, bisa dipandang sebagai kondisi-kondisi yang memungkinkan timbulnya perang pada 1914. Sebaliknya, pembunuhan pangeran Franz Ferdinand di Sarajevo adalah salah satu peristiwa unik dalam sejarah yang berhubungan dengan adanya kondisi-kondisi tadi, mempunyai akibat jauh lebih besar daripada kalau terjadi dalam suasana yang lain. Dalam situasi yang sangat genting, pembunuhan itu menjadi precipitant yang menimbulkan perang yang besarnya dan lamanya sama sekali di luar dugaan masing-masing pihak yang bertikai. Dengan membedakan antara prakondisi dengan precipitant itu kita bisa mengidentifikasi penyebab sebenarnya dari perang itu. Tampa kemampuan membedakan mana pracondisi dan mana precipitant, kita bisa terkecoh dan menganggap pembunuhan pangeran Ferdinand dan kekakuan struktur aliansi yang ada di Eropa waktu itu yang sama-sama penyebab perang Dunia I itu. Karena precipitant selalu bersifat unik, luar biasa dan bahkan terjadi secara acak, jarang sekali analis bisa meramalkan secara tepat kapan fenomena politik luar negri tertentu, seperti perang, akan terjadi. Tetapi ilmuan sosial selama ini telah banyak berhasil mengidentifikasi prakondisi-prakondisi yang memungkinkan terjadinya suatu fenomena tertentu. Kadang-kadang ilmuan sosial juga mampu mengidentifikasikan serangkaian kemungkinan precipitant yang dikombinasikan dengan serangkaian kondisi-kondisi, akan menyebakan timbulnya suatu kejadian, tindakan, atau keputusan tertentu.

Analisa Struktur Dan Proses
Kadang-kadang kita tidak tertarik pada tujuan formal suatu program maupun konsekuensinya, tetapi lebih tertarik pada bagaimana hubungan antara program itu dengan program-program lain atau bagaimana kesesuaian program itu dengan konteks kebijaksanaan yang lebih luas (“bagaimana hubungan antara bantuan Amerika ke Filipina dengan bantuan militernya ke negeri itu?” ). Atau, kita tidak tertarik pada misi suatu organisasi maupun kegiatan-kegiatannya, tetapi lebih tertarik pada fungsi yang dijalangkan oleh organisasi itu dalam proses politik luar negri (“sejauh mana peace corps berfungsi sebagai simbol komitmen kaum muda terhadap politik luar negri, yang dengan demikian berarti mendatangkan dukungan kaum muda lain terhadap politik luar negri Amerika”). Kadang-kadang juga kita tidak tertarik pada motivasi aktor politik luar negeri tertentu maupun pada eksplanasi kausal tentang perilakunya, tetapi lebih tertarik untuk mengidentifikasinkan bagaimana posisi aktor itu dalam proses kebijaksanaan atau untuk menggambarkan fungsi yang dimainkan oleh suatu tindakan dalam proses politik luar negeri (“bagaimana konferensi pers oleh Presiden Johnson sebagai sarana untuk memobilisasi dukungan massa terhadap politik laur negeri?”). hasil akhir dari pertanyaan jenis ketiga adalah analisa fungsional, yaitu analisa yang memandang hubungan-hubungan antara bagian-nagian.
Sekali lagi, pertanyaan-pertanyaan yang dipakai untuk memberi ilustrasi tentang analisa fungsional ini disusun untuk memperoleh eksplanasi tetapi, seperti halnya analisa tujuan dan analisa sebab akibat, analisa fungsional juga bisa meliputi satu atau semua “tugas” analitis yang kita sebut diatas: eksplanasi, evaluasi, prediksi, maupun preskripsi.

Makna Perbedaan Ketiga Analisa
Mengapa kita perlu membedakan jenis-jenis pertanyaan itu? Penggambaran tidak untuk menunjukan bahwa satu jenis analisa lebih unggul dari pada yang lain. Bahkan seringkali analisa politk luar negeri perlu mengajukan pertanyaan-pertanyaan dari masing-masing tipe analisa atau pertanyaan yang merupakan kombinasi antar dua tipe analisa. Yang harus dihindari adalah pengacauan satu tipe analisa dengan tipe analisa yang lainnya. Pembedaan berbagai jenis pertanyaan analitis ini perlu dilakukan agar kita tidak kebingungan menilai karya orang lain dan dalam analisa kita sendiri.                    
Misalnya, dalam menganalisa keterlibatan Amerika Serikat di Vietnam, memang tepat kalau analis berusaha menjawab pertanyaan berikut: 1. Tujuan apa yang ada dalam pikiran Presiden Eisenhower, Kennedy, Johnson dan Nixon, ketika masing-masing membuat komitmen untuk memberikan bantuan pada pemerintahan Vietnam; 2. Kombinasi faktor-faktor apa yang berperang sebagai prakondisi dan precipitant bagi suatu keputusan kebijaksanaan tertentu, seperti keputusan pada tahun 1954 untuk mendukung Ngo Dinh Diem; dan 3. Apa fungsi yang dimainkan oleh ideologi antikomunis di Amerika Serikat dalam memelihara dukungan publik terhadap politik luar negeri pemerintahan di Vietnam. Analisa seperti itu akan berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang tujuan, sebab akibat, maupung tentang fungsi. Tetapi, yang harus dihindari adalah pencampuradukan satu tipe pertanyaan dengan pertanyaan lainnya. Misalnya, dalam analisa tentang prakondisi dan precipitant keterlibatan Amerika di Vietnam mungkin kita menghasilkan jawaban: “keterlibatan Amerika di Vietnam dirancang untuk mencegah aturan dengan kekeransan”. Untuk analisa kausal, jawaban ini tidak tepat. Walaupun jawaban ini tidak tepat. Walaupun mungkin jawaban itu tidak benar, yaitu pemerintah Amerika berbohong tentang tujuan di Vietnam, namun jawaban itu lebih tepat untuk menjawab pertanyaan tentang tujuan, bukan tentang sebab akibat.  Memakai pernyataan: “Amerika melibatkan diri di Vietnam demi melindungi negeri-negeri bebas dari pengaruh komunis”, untuk menjawab tentang pertanyaan tentang tujuan tentu saja tidak tepat, karena sekali lagi mungkin saja pemerintah Amerika bohong. Tetapi jawaban itu bisa dipakai dalam analisa fungsional, karena pernyataan itu bisa berfungsi mengerakan dukungan dari negara-negara non komunis di Asia Tenggara. Jadi, jawaban itu tidak dianalisa dalam kaitan dengan pertanyaan tentang tujuan, tetapi dalam kaitan menentukan fungsinya dalam konteks kebijaksanaan yang lebih luas.
Sekali lagi, yang ingin ditekankan disini bukannya bahwa pernyataan pejabat pemerintah tentang politik luar negeri atau pernyataan pejabat pemerintah tentang motif mereka pasti tidak benar atau hipokrit (walaupun memang kadang-kadang begitu); tetapi yang ingin dikatakan adalah bahwa bukti yang relevan dengan atau yang tepat untuk analisa kita akan berbeda bergantung pada jenis pertanyaan yang ingin kita jawab melalui pertanyaan tentang tujuan, pertanyaan tentang sebab akibat, dan pertanyaan tentang fungsi.                 

Referensi:
Mohtar Mas’oed, Ilmu Hubungan Internasional: disiplin dan Metodologi, jakarta: LP3ES, 1990.

3 comments: